Rafidhah
lahir kepermukaan ketika seorang yahudi bernama Abdullah bin Saba’ hadir
dengan mengaku sebagai seorang muslim, mencintai Ahlul Bait (keluarga
nabi), berlebihlebihan di dalam menyanjung Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu, dan mendakwakan adanya wasiat baginya tentang kekhalifahannya, yang pada
akhirnya ia mengangkatnya sampai ke tingkat ketuhanan. Kemudian idiologi seperti
inilah yang akhirnya diakui oleh buku-buku syi’ah itu sendiri.
Al-Qummi pengarang buku Al-Maqalaat wal firaq mengaku dan
menetapkan akan adanya Abdullah bin Saba’ ini, dan menganggapnya orang yang
pertama kali menobatkan keimaman (kepemimpinan) Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu serta munculnya kembali (di hari akhirat nanti) di samping ia juga
termasuk orang yang pertama mencela Abu Bakar, Umar, Ustman dan sahabatsahabat
yang lainnya.1
Begitu
juga An-Naubakhti dalam bukunya Firaqus syi’ah2, Al-Kasyi dalam bukunya yang terkenal
Rijalul-Kasyi3, mengakui
akan hal ini, dan sudah menjadi aksiomatif, bahwa pengakuan adalah bukti yang
paling kuat, ditambah lagi mereka adalah pembesarpembesar Rafidhah.
Al-Baghdadi berkata: “Assabaiyyah adalah pengikut Abdullah bin
Saba’, yang berlebihlebihan di dalam mengagung-agungkan Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu, sehingga ia mendakwakannya sebagai seorang nabi, sampai
kepada pengakuan bahwa dia adalah “Tuhan”.
Masih
dikatakan oleh Al-Baghdadi: Seorang peranakan orang hitam maksudnya adalah
Abdullah bin Saba’, sebenarnya ia seorang yahudi dari penduduk Hirah, berupaya
menampakkan keIslamannya, dengan demikian ia bisa menempati suatu kedudukan dan
kepemimpinan pada Ahli Kufah, oleh karena itu ia mengatakan kepada Ahli Kufah
bahwa ia mendapatkan dalam kitab Taurat, bahwa setiap nabi memiliki washi
(seorang yang diwasiati untuk menjadi khalifah atau imam). Dan Alilah orang yang
mendapatkan wasiat langsung dari nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam.
Ash-Syahrastani menyebutkan tentang Ibnu Saba’ bahwa : “Ia
adalah orang yang pertama kali memunculkan pernyataan keimaman Ali bin Abi
Thalib, dengan adanya wasiat tentang itu.”
Dan
menyebutkan pula tentang “Saba’iyyah (pengikut Ibnu Saba’) bahwa ia adalah
merupakan sekte yang pertama yang menyatakan tentang hilangnya imam mereka yang
kedua belas dan akan muncul kembali di kemudian hari.”
Pada masa
berikutnya idiologi seperti ini diwarisi oleh orang-orang syi’ah, meskipun
mereka ini (syi’ah) terbagi menjadi bermacammacam sekte.
Dapat
disimpulkan bahwa pernyataan tentang keimaman Ali bin Abi Thalib dan
kekhalifahannya dengan adanya wasiat langsung dari nabi adalah peninggalan yang
diwariskan oleh Ibnu Saba’.
Setelah
itu syi’ah berkembang biak menjadi beberapa sekte, dengan berbagai macam
idiologi yang banyak sekali.
Dengan
demikian jelaslah, bahwa Saba’iyyah adalah orang-orang yang membuat
idiologi-idiologi tersebut seperti adanya wasiat kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu, dan munculnya kembali imam mereka yang kedua belas
dikemudian hari.
Hilangnya
imam ini dan penuhanan para imam-imam mereka sebagi bukri pengekoran mereka
kepada Ibnu Saba’ seorang yahudi.4
1 Al-Maqaalat Wal Firaq,
Al-Qummi hal : 10-21
2 Firaqus Syiah hal : 19-20
3 Rijahul-Kisyi hal : 170-171
2 Firaqus Syiah hal : 19-20
3 Rijahul-Kisyi hal : 170-171
4 Ushul I’tiqaad Ahlus
Sunnah Waljama’ah hal : 1/22- 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar