Sabtu, 31 Maret 2018

Catatan Seorang Aktivis Kemanusiaan : Menjemput Cinta Bumi Syam



Oleh : Ustadz Ihsanul Faruqi
Relawan Misi Medis Suriah

Aku dan Suriah
Kubagi cerita tentang pertemuanku dengan separuh hati bumi Syam yang diberkahi. Sekaligus mengobati rasa penasaran sebagian sahabat.
Bermula dari tanah nan asing, tepatnya dataran Halmahera bagian timur. Aku kesana untuk mengokohkan keimanan dan semangat juang yang mulai melemah. Alhamdulillah di sana aku belajar kembali menguatkannya.

Di tanah perantauan yang pelosok sangat terbatas dalam mendapatkan informasi terutama berita luar negeri, namanya juga pedalaman. Karena jarang kami menonton Tv. Ada juga warnet tapi mahal sekali, 10 ribu perjam dan itupun sangat lambat loadingnya, macam jalannya kura-kura yang kekenyangan makan kemudian mengangkut dua sak semen. Sesekali saja aku kesana dan meng-copy berita-berita dari beberapa situs islam kemudian membacanya di laptop madrasah agar lebih hemat biaya.
Saat itu berita yang paling membuatku terpengaruh adalah tentang peristiwa Arab spring, revolusi yang terjadi di beberapa negara arab. Yang paling membuat hati terguncang adalah revolusi suriah di mana rezim thaghut syiah nushoiriyyah melakukan pembantaian besar-besaran terhadap ahlussunnah hingga ribuan kaum muslimin meregang nyawa tak peduli balita, wanita ataupun tua renta yang menjadi korban. Darahku mendidih, ada api kemarahan yang berkobar di dalam dada.
Sebagai tambahan, aku sering juga berkomunikasi dengan seorang sahabat dan kakak. Dari keduanya aku dapatkan banyak informasi tentang yang terjadi di suriah. Tentang semakin dekatnya peperangan akhir zaman, semakin dekatnya kedatangan khilafah islamiyyah yang dijanjikan, juga tentang keberadaan kelompok yang ditolong/thoifah manshuroh.
Ini semakin dikuatkan ketika aku mendapatkan membaca hadits-hadits tentang keutamaan negeri Syam. Sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam. Aku begitu terpengaruh dengan hadits yang mengkhabarkan bahwa kelompok kebenaran, rasul sholallahu 'alaihi wasallam sebutkan detail di wilayah Syam. Salah satunya:
"لا تزال من طاﺋﻔﺔ من امتي على ﺍﻟﺤق ظاهرين، واني لارخوا انتكونوا هم يا اهل الشام"
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menampakkan kebenaran, dan sungguh aku berharap bahwa kalianlah mereka itu wahai penduduk Syam.''
Aku tak tahu, hanya saja ada semacam perasaan keinginan yang teramat kuat untuk bisa menapakkan kaki ini di bumi Syam. Aku katakan hanya keinginan karena aku berkaca diri. Siapalah aku? Seorang guru madrasah daerah pedalaman maluku utara dengan gaji 300 ribu perbulan itupun seringnya dalam catatan kertas saja. Hanya keinginan kosong atau sebatas mimpi di siang bolong. Katakanlah bagaikan punguk yang merindukan bulan purnama sedang sabitpun tak akan bersua.
Benar-benar tiada gambaran apapun tentang Syam kecuali hanya berita dan cerita. Namun dari kabar demi kabar yang terdengar, menjadikannya sebuah doa pengharapan di dalam hati untuk bisa sampai ke bumi Syam yang diberkahi. Puncaknya, ketika rezim laknat nushoriyyah menyerang kaum muslimin ahlussunnah di daerah Ghouthoh dengan bom kimia hingga ribuan kaum muslimin gugur dalam dua hari. Masih membekas dalam ingatanku tayangan sebuah video seorang anak kecil tersengal nafasnya karena menghirup gas beracun sementara di sekelilingnya mayat-mayat bergelimpangan.
Aku beruraian air mata dengan gigi gemeretak antara merasa kasihan dan kemarahan yang bercampur aduk. Memasuki tahun kedua di bulan ramadhan, sebuah kekuatan ghaib menuntun hati dan lisanku untuk berdoa. Doa yang mengalir begitu saja. Di dalam sujud, selepas sholat,dan ketika khotbah, bahkan tak jarang air mata mengalir deras begitu saja. Inilah doa yang terucap,
" اللهم بلغني بلاد الشام ،اللهم الحقني بالمجاهدين في سبيلك”
Yaa Allah sampaikanlah hamba ke negeri Syam, yaa Allah gabungkan hamba dengan para mujahid di jalanMu.
Semuanya mengalir begitu saja tanpa ada rencana apapun untuk melakukan perjalanan ke negeri Suriah. Karena rencana yang tersusun adalah, ramadhan ini aku akan pulang menjenguk keluarga yang telah kutinggalkan selama 2 tahun. Lalu menggenapkan separuh agama- menikah, kursus bahasa inggris, belajar thibbun nabawy, selama 2 atau 3 bulan. Kemudian kembali ke bumi Halmahera melanjutkan dakwah dengan membawa istri dan ilmu baru.
Rupanya Allah berkehendak lain. Ia dengan segala kuasa dan hikmahNya telah mempersiapkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah kurencanakan. lebih baik dari hanya sekedar belajar bahasa inggris, lebih baik dari hanya sekedar belajar thibbun nabawy dan lebih baik dari sekedar menikahi seorang wanita, lebih baik dari segala hal yang telah direncanakan
Akupun berpamitan pulang kepada para guru dan murid-muridku ke pulau Jawa. Masih kuingat jelas perkataan anak-anak saat melepas kepergianku
"Pak guru nanti kalau kembali jangan lupa bawa ibu guru baru ya!"
Mendengarnya membuat hatiku berbunga-bunga dan dengkul bersemu kehitaman akibat panas Halmahera yang menerik
Dari madrasah aku naik angkutan ke bandara Buli menuju Makassar menemui salah seorang ustadzku, kemudian berlanjut ke kota Enrekang untuk menemui sahabatku. Dalam perjalanan ke kota Enrekang aku sempatkan membuka FB. Ada pesan masuk dari kakakku, di infokan bahwa ada perekrutan relawan kemanusian baru untuk pemberangkatan ke Suriah.
Di situ kubaca dengan seksama segala persyaratan yang dibutuhkan. Namun sayang, aku tidak punya skill yang paling dibutuhkan-mempunyai latar belakang pendidikan medis/dokter, Cuma lulusan smp. Aku tidak terlau kecewa karena aku sadar kapasitas diri. Aku meminta kakakku untuk dicarikan info bagaimana bisa aku sampai ke Suriah, dan dia menyanggupi.
Setelah dua mingguan di Sulawesi kuteruskan perjalanan ke pulau Jawa dengan naik kapal laut selama sehari semalam, saat itu gelombang sedang tinggi dan penumpang penuh. Aku hanya bisa duduk di geladak kapal. Bahagianya hatiku saat kapal sandar di dermaga menginjakkan kaki di tanah jawa setelah 2 tahun ditinggalkan. Melanjutkan perjalanan dengan bis ke terminal bungurasih kemudian menuju kota Kediri dalam keadaan teler, mabuk laut.
"Aahhh...setelah perjalanan panjang nan melelahkan sampai juga di tanah kelahiran."
Aku dijemput oleh seorang tetangga dengan motor karena angkutan tidak masuk desaku. Pas di tengah jalan qadarullah motor mogok karena kehabisan bensin. Sambil mendorong kutelpon kakakku yang berada di jogja untuk memberi tahu kalau aku sudah sampai Kediri. Aku mendapat berita kejutan dengan informasi bahwa dia dapat jalur yang bisa membawaku ke Suriah.
" Yang bener?" tanyaku
"InsyaAllah bener dan orangnya insyaAllah bersedia menerima." jawabnya
"MasyaAllah, Alhamdulillah, Allahu Akbar!” Jeritku tertahan. Susah digambarkan bahagianya hatiku waktu itu.
Sampai di rumah dipeluk diriku oleh bapak dan emak yang sudah menahan dua tahun kerinduan untuk bertemu anaknya yang bandel. Hari itu aku betul-betul berselimut kebahagiaan. Bersua dengan orang-orang tercinta juga sebersit harapan untuk bisa berangkat ke bumi Suriah. Akhirnya seluruh rencana yang kubawa dari halmahera berantakan karena kugagalkan sepihak, yang ada hanyalah aku dan Suriah.
Berikutnya aku di beri nomor hp orang yang dimaksudkan oleh kakakku. Namanya Fathi Yazid Attamimi, dia adalah pendiri dari lembaga MMS-misi medis suriah yang kemudian kesohor dengan emir gerakan hitam wagaring dan juga juragan madu Yaman.
Dengan sedikit gemetaran penuh harap cemas kutelepon dia. Sambutan pertamanya sangat ramah. Secara garis besar ia mengetahui pribadiku dari cerita kakak. Kemudian emir memintaku untuk menemuinya selepas lebaran beberapa hari di kota Malang untuk wawancara uji kelayakan. Sejak hari itulah bayangan suriah betul-betul memenuhi benak.
Datanglah hari penentuan, di hari ke empat atau kelima lebaran aku berangkat ke kota malang dengan penuh semangat. Sampai kesasar karena salah ambil angkot, karena gak tahu jalanan Malang. Belum lagi nungguin emir 3 jam karena ia yang sedianya mau menjemput ternyata ketiduran, sampai puluhan kali aku miscall dia. Alhamdulillah akhirnya dia telpon balik dan ketemu. Pertama lihat sosoknya sangat berbeda dengan bayanganku sebelumnya. Kukira dia lelaki yang sudah berumur. Nyatanya masih muda seusia kakakku mungkin, tapi badannya lebih subur makmur.
Wawancara di mulai di sebuah tempat makan nasi goreng. Cerita emirpun mengalir tentang Suriah, membuatku terhanyut. Pikirku, “Lelaki di depanku ini sangat berbakat untuk menjadi seorang sutradara atau dalang wayang kulit.”
Jujur, awal wawancara yang sangat tidak formal ini membuatku sempet mengkeret, pesimis habis.
Paling berat adalah ketika aku ditanya masalah skill yang dimiliki.
Berikut yang saya ingat,
"Bisa bahasa arab?"
"Sedikit dan pasif."
"Bisa bahasa inggris?"
"Pasif."
"Bisa nyetir mobil?"
"Tidak bisa"
"Bisa mengendarai motor kopling?"
"Tidak bisa." Kujawab apa adanya dengan nada kecut.
“Pupus sudah harapan!”
Bukan apa-apa saudara, karena berdasar cerita emir, sudah puluhan orang yang mengajukan diri sebagai relawan dengan berbagai kecakapan hard dan softskill yang membuat saya keki abis saat mendengarnya.
Dalam kondisi setengah putus asa terbit secercah asa. Emir tanya, “Kalau jadi Suriah rencana mau berapa lama?”
“Paling tidak setahun.”
“Baik, ini ada dana dua juta besok antum buka dua rekening A dan B. Ane belum bisa mengatakan pasti antum berangkat ke Suriah. Tapi antum berdoa saja!”
Meskipun tidak diberi kepastian, aku sudah bahagia karena sudah ada panjer dua juta hehehe
Sepulangnya dari Malang segera kutunaikan perintah juragan madu yaman untuk membuat dua rekening bank. Kemudian dia kuhubungi kembali sebagai laporan tugas pertama. Berita baik datang karena aku dinyatakan masuk sebagai relawan kemanusiaan MMS untuk pemberangkatan berikutnya. Terharu sangat perasaanku waktu itu. Betapa Allah amat belas kasih terhadap hambaNya.
Selanjutnya aku dilanda kebingungan, bagaimana caraku memberi tahu bapak dan emak bahwa aku akan ke Suriah sebagai relawan. Mendatangi negeri yang porak poranda karena peperangan. Aku sudah mikir pasti bapak emak akan sangat keberatan. Apalagi sebelumnya keduanya sudah kutinggal selama dua tahun di Halmahera.
Akhirnya berani ngomong juga ke bapak, waktu itu pagi menjelang siang
“InsyaAllah saya mau keluar negeri untuk menuntut ilmu.”
“Rencana mau kemana?”
“Ke negeri Syam (Sengaja tidak menyebut Suriah biar gak kaget).”
“Syam itu di sebelah mana?”
“…(diam)…”
Pas bapak tanya itu, sebuah stasiun Tv menyayangkan berita serangan udara di Suriah. Bapak kembali bertanya,
“Apa kamu akan pergi kesana?” Sembari bapak tunjukkan jarinya ke arah Tv.
“…(aku mengangguk pelan sambil gigit bibir)…”
Bapak diam sambil menghela nafas berat, aku tertunduk.
Emak yang tahu bahwa anaknya akan pergi menjadi relawan ke medan perang menangis. Tetiba bapak kembali angkat suara,
“Sudah…Jangan kau tangisi anakmu. Toh lahir tidak bersama, dan dikuburpun tidak dalam satu lubang.”
Kemudian senyap tidak ada yang bersuara, emak masih tersedu dan bapak kemudian beranjak dengan mata yang juga memerah lalu menangis dalam kesendirian. Dan Allah tunjukkan lagi kasih sayangNya kepadaku dengan melembutkan hati emak dan bapak untuk merelakanku pergi ke negeri Syam meski dalam derai air mata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar