MUQODDIMAH
Oleh :
Syaikh
Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr حفظه الله
بسم لله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، والصلاة والسلام على إمام
المرسلين، نبينا
محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد:
Dengan
nama Allôh yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala
puji hanyalah milik Allôh Rabb (Pemelihara) Alam semesta, dan akibat yang
baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Sholâwat dan Salâm senantiasa
terlimpahkan kepada penghulu para rasul, Nabî kita Muhammad, kepada keluarga dan
seluruh sahabat beliau. Adapun setelah itu :
Sesungguhnya,
‘Aqîdah Islâmîyah yang murni lagi suci, yang digali dari al-Kitâb dan as-Sunnah,
memiliki kedudukan yang tinggi lagi teratas di dalam agama, bahkan kedudukannya
bagaikan kedudukan suatu pondasi bagi bangunan, bagaikan kedudukan hati terhadap
jasad dan kedudukan akar bagi pohon.
Allôh
Ta’âlâ berfirman :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ
طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS
Ibrâhîm (14): 24).
Jadi,
perkara aqidah ini merupakan perkara yang sangat besar, kedudukannya tinggi dan
statusnya mulia. Perkaranya tertanam di dalam jiwa dan terpendam di dalam hati
pemiliknya, sehingga dari aqidah-lah mereka beranjak dan condong kepadanya serta
demi aqidah pula-lah mereka membela. Begitu tingginya kedudukan aqidah di dalam
jiwa dan hati mereka, sehingga menyebabkan hati menjadi mantap dan jiwa menjadi
kokoh. Hal ini membuahkan dan membentuk perangai yang baik, manhaj yang
lurus, kesempurnaan di dalam amalan, ketekunan di dalam ketaatan dan ibadah, dan
menetapi perintah Allôh Tabâroka wa Ta’âlâ. Setiap kali aqîdah ini
semakin kokoh tertanam di dalam jiwa dan semakin mantap terpendam di dalam hati
mereka, pada saat itulah aqidah akan membawa mereka kepada setiap kebaikan dan
mendorong mereka kepada segenap keberhasilan, kebaikan dan
keistiqomahan.
Begitulah,
mereka mencurahkan perhatian yang besar terhadap aqidah, dan semakin bertambah
perhatian dan pemeliharaan mereka terhadap aqidah melebihi semua hal yang urgen
dan penting. Aqidah menurut mereka lebih urgen ketimbang makanan, minuman,
pakaian dan seluruh kebutuhan mereka, karena aqidah merupakan hakikat hati
mereka. Allôh Ta’âlâ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ
إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul
menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (QS al- Anfâl
(8): 24)
Aqidah
adalah kehidupan hati mereka yang sejati merupakan pondasi tumbuhnya amalan,
lurusnya perangai dan baiknya manhaj dan cara (beragama) mereka. Karena
itulah, perhatian mereka semakin besar terhadap aqidah, baik secara keilmuan
maupun keyakinan, sehingga membuahkan hasil berupa kesungguhan, ketekunan,
keistiqomahan dan penjagaan di dalam mentaati Allôh Tabâroka wa
Ta’âlâ.
Sesungguhnya,
Aqidah Islâmiyah yang shahih (benar) lagi murni dan suci, merupakan perkara yang
paling penting diantara hal-hal penting lainnya dan merupakan kewajiban yang
paling ditekankan. Untuk itulah perhatian terhadap aqidah haruslah didahulukan
daripada hal-hal yang penting dan urgen lainnya. Apabila kita memperhatikan
sirah (sejarah) salaf (pendahulu) kita yang terbaik –semoga Allôh merahmati dan
menempatkan mereka ke dalam surga, dan semoga Allôh membalas (segala jerih
payah) mereka terhadap kaum muslimin dengan balasan yang baik- kita melihat
bagaimana besarnya perhatian dan kesungguhan mereka terhadap aqidah, dan
bagaimana mereka mendahulukan masalah aqidah dengan perhatian dan kesungguhan
melebihi semua hal. Karena aqidah adalah keinginan mereka terbesar, puncak
ambisi dan semulia-mulianya tujuan mereka.
Bentuk
perhatian mereka terhadap aqidah melalui upaya dan kesungguhan yang
bermacam-macam. Diantara bentuk perhatian mereka terhadap aqidah yang merupakan
faktor yang turut menjaga kokoh dan kekalnya aqidah adalah, karya tulis mereka
yang sangat bermanfaat dan buku-buku berfaidah yang menetapkan, menjelaskan dan
menerangkan masalah aqidah serta menyebutkan argumentasi dan
dalil-dalilnya.
Membelanya
dari tipu daya para penipu, permusuhan para agresor, pengingkaran kaum
atheis dan penyelewengan kaum kaum ekstremis serta semisalnya yang
acap kali mengusik permasalahan seputar aqidah dan menjadi
sasarannya.
Para
salaf rahimahumullâhu menjalankan peran yang agung ini dengan kesungguhan
yang luar biasa dan pengamalan yang besar, sebagai bentuk pengkhidmatan dan
sokongan terhadap aqidah dan menegakkan kewajiban besar. Mereka menulis tentang
aqidah sebagai penjelas dan penerang, berargumentasi dan berdalil dengan ratusan
buku, bahkan ribuan buku baik yang panjang maupun yang ringkas, baik yang
komprehensif mencakup segala bab maupun yang khusus hanya mencakup satu aspek
dari aspek-aspek aqidah, baik yang meletakkan dasar bagi al-Haq dan
kebenaran maupun yang membantah penyeleweng lagi pendusta (yang tak dapat
dipercaya). Kemudian, orang yang belakangan mengambil aqidah dari pendahulu
mereka yang terang seterang matahari di siang hari bolong, yang begitu jelasnya
tanpa ada kesamaran dan kekaburan, disebabkan argumentasinya, keselamatan dan
kekuatan dalilnya, yang begitu terang dan jelasnya.
Kaum
mu’minin ahli ittibâ’ mewarisinya dari generasi ke generasi dan dari
waktu ke waktu. Setiap generasi menjaga dan memelihara aqidahnya dengan upaya
yang begitu besar, kemudian menyampaikannya kepada generasi setelahnya apa
adanya tanpa perubahan, penggantian maupun penyelewengan dan lain sebagainya.
Generasi setelahnya menjaga dan memperhatikan aqidah sebagaimana pendahulu
mereka menjaga dan memperhatikannya. Demikianlah aqidah ini terwarisi dari
generasi ke generasi, dan akan senantiasa ada sekelompok dari ummat Muhammad
Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam yang berada di atas kebenaran dan
mendapatkan pertolongan (kemenangan), tidaklah mencederai mereka orang-orang
yang mencerca dan menyelisihi mereka, sampai datangnya hari
kiamat.
Tema
pembahasan kita ini adalah tentang mantapnya aqidah as-Salaf ash-Shâlih
rahimahumullâhu dan terbebasnya (selamatnya) dari segala bentuk
perubahan, seiring dengan perubahan waktu dan zaman yang panjang. Ia adalah
aqidah yang didakwahkan oleh Nabi ‘alaihi ash-Sholâtu was Salâm dan
aqidah yang para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan lebih baik
berada di atasnya, yang mana mereka saling menyampaikan satu dengan yang
lainnya, dan saling mewariskannya hingga sampai di zaman kita dalam keadaan yang
murni lagi suci.
Ironinya,
banyak kaum dan mayoritas manusia menyimpang dan menyeleweng dari aqidah (yang
benar). Jalan mereka saling berpecah belah dan merekapun menyimpang dari jalan
yang benar lagi lurus.
Nabi
yang mulia ‘alaihi ash-Sholâtu was Salâm telah mengisyaratkan bahwa
kejadian ini akan berlangsung dan terjadi. Beliau bersabda
:
إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي
تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ
“Sesungguhnya
barangsiapa yang masih hidup diantara kalian sepeninggalku nanti, niscaya akan
melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian berpegang dengan
sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus lagi terbimbing setelahku.
Genggamlah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh
kalian perkara-perkara yang diada-adakan (di dalam agama), karena setiap perkara
yang diada-adakan (di dalam agama) itu ada bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.”
(HR Abu Dâwud: 4607 dan at-Turmudzî: 2676).
Beliau
bersabda di dalam hadits yang lain :
وَ سَتَفْتَرِقُ هذه أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا
وَاحِدَةً
“Dan umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga
kelompok dan semuanya masuk neraka kecuali satu.” (HR Ahmad: 4/102 dan Abu
Dâwud: 4597. Dishahihkan oleh al-Albânî di dalam as-Silsilah ash-
Shahîhah: 203).
Kelompok
yang satu itu adalah kelompok yang selamat agamanya, lurus manhajnya dan shahih
aqidahnya.
Karena
mereka mengambilnya dari sumbernya yang masih murni dan mata airnya yang tidak
tercemar dengan suatu kekeruhan sedikitpun. Mereka mengambilnya dari Kitâbullâh
dan Sunnah Nabi-Nya Shalawâtullah wa Salâmuhu ‘alaihi. Keberuntungan
mereka di dalam aqidah dan semua perkara agama terletak pada keselamatan, ilmu,
hikmah dan kemuliaannya, sehingga mereka lebih berhak menjadi kelompok yang
selamat itu dan sebagai ahlinya. Karena mereka mengambil aqidahnya dari
sumbernya yang utama dan mata airnya, yaitu Kitâb Rabb mereka dan sunnah
Nabi mereka Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Allôh-pun menyelamatkan mereka
sehingga mereka tidak direnggut oleh hawa nafsu dan tidak ditelan oleh syubuhât.
Mereka tidak condong kepada akal, pemikiran, hati dan perasaan atau yang
semisalnya dalam rangka mencari pengetahuan aqidah yang benar. Mereka hanya
berpijak pada Kitâbullâh dan Sunnah Nabi-Nya Shallâllâhu ‘alaihi wa
Sallam.
Tidak
diragukan lagi bahwa ada berbagai faktor yang menjadi penyebab langgengnya
aqidah, keselamatan dan kemantapannya di dalam diri pemiliknya dengan taufik
dari Allôh Subhanahu wa Ta’âlâ, karena hanya Allôh-lah sang pemberi
taufik satu-satunya lagi maha lemah lembut. Di tangan-Nya berada segala
keutamaan yang ia anugerahkan kepada siapa saja yang Ia kehendaki dan Allôh
adalah maha pemilik keutamaan yang agung.
Maka,
taufik Allôh, petunjuk, hidayah dan pertolongan-Nya kepada ahlus sunnah
merupakan perkara terbesar yang dapat mewujudkan keselamatan mereka, dan hal ini
pulalah yang menjadikan aqidah ini kekal di dalam jiwa-jiwa mereka.Dan Allôh
adalah maha pemelihara terbaik lagi yang paling welas
asih.
Oleh
karena itu, seharusnyalah bagi setiap muslim memperkuat hubungannya dengan
Allôh, senantiasa memohon kepada-Nya agar diberikan pertolongan, taufik,
petunjuk dan keselamatan, karena semua perkara ini berada di tangan-Nya Tabâroka
wa Ta’âlâ :
وَمَا تَوْفِيقِي إِلاَّ بِاللّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ
أُنِيبُ
“Dan
tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah
Aku bertawakkal dan Hanya kepada-Nya-lah Aku kembali.” (QS Hud [11]:
88)
Tidak
diragukan lagi, bahwa ada banyak faktor setelah taufik dari Rabb Jalla wa
’Alâ dan penjagaan-Nya Subhânahu yang menjadi faktor penyebab yang
dapat mengokohkan, melanggengkan dan memantapkan aqidah ini ke dalam jiwa
pemiliknya serta selamatnya dari perubahan, ketidaktetapan dan
penyelewengan.
Tidak
diragukan pula bahwa termasuk hal yang bermanfaat dan berfaidah bagi seorang
muslim di dalam hidupnya, adalah berupaya memahami faktor-faktor penyebab yang
dapat mengokohkan dan menyelamatkan, memelihara dan menjaga aqidah di dalam
dirinya dengan sebaik-baik penjagaan sembari tetap memohon pertolongan kepada
Allôh Tabâroka wa Ta’âlâ atas semua hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar