Oleh: Ustadz Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Lukman حفظه الله
Sebagian
orang, ada yang merasa kehidupannya selalu diselimuti dengan perasaan galau,
gundah, dan tidak tenang. Perasaan ini seringkali muncul ketika problem
kehidupan meningkat sedangkan imannya melemah.
KETAHUILAH,
ketaatan kepada Allah عزّوجلّ di yang diwujudkan dengan amal
shalih adalah cara terbaik dalam meraih kebahagiaan, ketenangan, dan pengusir
rasa gundah. Tidaklah kebaikan dunia terwujud kecuali dengan mendekatkan diri
kepada Allah.
Allah
عزّوجلّ berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ
حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka se-sungguhnya akan Kami beri-kan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS an-Nahl [16]: 97)
Fudhail
ibn Iyadh رحمه الله berkata,
"Sungguh ketika aku berbuat maksiat kepada Allah maka aku ketahui pengaruhnya
pada akhlak keledaiku dan penjagaku."[1]
Al-Imam Ibn al-Qayyim رحمه الله
mengatakan, "Sungguh dalil nash, akal, fitrah, dan bukti nyata telah
menunjukkan bahwa mendekatkan diri kepada Allah Rabb semesta alam dan men-cari
ridha-Nya serta berbuat baik kepada manusia adalah sebab terbesar untuk
mendatangkan segala kebaikan, dan perkara yang menjadi lawannya adalah sebab
terbesar datangnya segala kejelekan."[2]
INILAH
KIAT-KIATNYA
Berikut
ini sebagian kecil dari cara dan kiat agar hidup kita tenang dan tidak galau
sepanjang hari. Di antaranya:
Pertama: Membaca al-Qur'an dengan Tadabur
Hikmah diturunkannya al-Qur'an agar manusia dapat merenungi
ayat-ayatnya serta mengambil pelajaran darinya. Allah رحمه الله
berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ
أُولُو الألْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS Shad [38]: 29)
Allah
mencela orang-orang yang enggan memperhatikan al-Qur'an, dalam firman-Nya:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Maka
apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an ataukah hati mereka yang terkunci?
(QS Muhammad [47]: 24)
Asy-Syaikh
Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin رحمه الله berkata, "Dalam ayat ini, Allah mencela orang-orang yang
tidak menghayati al-Qur'an, dan mengisyaratkan bahwa hal itu termasuk
terkuncinya hati mereka dan tercegahnya kebaikan pada mereka."[3]
Ketahuilah,
al-Qur'an adalah petunjuk kebaikan bagi kehidupan manusia. Jika kita
menginginkan hati yang terang, bening sebening kaca, dan jiwa yang bersih maka
jangan mencari obat ke mana-mana. Al-Qur'an adalah solusinya. Allah عزّوجلّ berfirman:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ
الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih lurus dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin
yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (QS al-Isra' [17]: 9)
Ketenteraman
adalah dengan membaca al-Qur'an, merenungi maknanya, bukan dengan mendengarkan
lagu-lagu dan semisalnya. Perhatikan firman Allah عزّوجلّ berikut
ini:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Yaitu
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS
al-Ra'd [13]: 28)
Al-Imam
Ibn al-Qayyim رحمه الله mengatakan,
"Hati tidak akan tenang kecuali dengan iman dan keyakinan. Tidak ada jalan
untuk menggapai iman dan keyakinan kecuali dengan al-Qur'an. Karena tenang dan
tenteramnya hati termasuk keyakinannya terhadap al-Qur'an. Dan guncangnya hati
pertanda keraguannya. Dengan al-Qur'an dapat tergapai keyakinan dan tertolak
keraguan, sangkaan, dan kebimbangan. Maka tidak akan tenang hati seorang muslim
kecuali dengan al-Qur'an."[4]
Maka
mulai detik ini, renungi dan pahamilah al-Qur'an, kaji lebih dalam lagi jangan
engkau berpaling darinya, karena Allah عزّوجلّ berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. (QS Thaha [20]: 124)
Kedua: Shalat Tahajud
Shalat Tahajud adalah shalat yang dikerjakan pada malam
hari setelah sebelumnya tidur terlebih dahulu.[5]
Al-Imam as-Safarini رحمه الله mengatakan, "Orang yang shalat Tahajud adalah orang yang shalat
di waktu malam. Para ulama kita mengatakan, 'Shalat Tahajud itu tidak
dikerjakan kecuali setelah tidur terlebih dahulu. Sedangkan shalat malam lebih
umum, waktunya sejak tenggelamnya matahari dan terbitnya fajar. la adalah shalat
sunnah yang sangat dianjurkan.'"[6]
Allah
عزّوجلّ sering memuji para hamba yang shalih
karena mereka mengerjakan shalat Malam dan Tahajud.
Allah
عزّوجلّ berfirman:
كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ . وَبِالأسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu
pagi sebelum fajar. (QS adz-Dzariyat [51]: 17-18)
Sahabat
yang mulia Ibn Abbas رضي الله عنهما mengatakan,
"Waktu malam tidak berlalu begitu saja bagi mereka, melainkan mereka
selalu mengerjakan shalat Malam walaupun hanya sedikit."[7]
Allah
عزّوجلّ juga memuji orang yang mengerjakan shalat
Malam dalam firman-Nya:
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ
عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
. فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdo'a kepada Rabb-nya
dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang
Kami berikan. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang
indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan. (QS
as-Sajdah [32]: 16-17)
Al-Imam
Ibn Katsir رحمه الله berkata,
"Yaitu mereka mengerjakan shalat malam, meninggalkan tidur, dan
meninggalkan berbaring di atas kasur yang empuk."[8]
Anas ibn Malik رضي الله عنه
berkata, "Sungguh seorang tidak dapat mengerjakan shalat Malam dan puasa
di siang hari karena sebab berbohong yang dia kerjakan."[9]
Ketahuilah, shalat malam yang dikerjakan dengan khusyuk,
menyendiri, dan memaknai kandungan bacaan al-Qur'an dan do'a yang dibaca akan
membawa ketenangan hati, perasaan tenteram, dan jiwa yang baik. Permasalahan dunia yang sulit akan
terasa ringan jika kita mengerjakan shalat. Karena shalat adalah penghibur dan
penyejuk hati. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَا بِلاَلُ أَقِمِ
الصَّلاَةَ أَرِحْنَابِهَا
"Bangkitlah, hai Bilal,
hiburlah kami dengan shalat."[10]
Bahkan,
Nabi صلى الله عليه وسلم setiap kali
dirundung masalah, beliau melaksanakan shalat. Sahabat yang mulia Hudzaifah رضي الله عنه berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صلى
الله عليه وسلم إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلى
Hal
itu tiada lain karena shalat adalah komunikasi antara hamba dengan Rabbnya.
Berdiri di hadapan Allah dengan shalat memiliki pengaruh kuat dalam memperbaiki
jiwa orang yang shalat bahkan seluruh manusia. Karena, shalat adalah penyejuk
mata. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
جُعِلَ قُرَّةُ
عَيْنِيْ فِيْ الصَّلاَةِ
"Telah dijadikan kesejukan
mataku di dalam shalat."[12]
Al-Imam
Ibn al-Qayyim رحمه الله berkata,
"Ketahuilah, tidak ada keraguan bahwa shalat adalah penyejuk mata
orang-orang yang tercinta, kelezatan jiwa-jiwa orang yang bertauhid, tamannya
orang-orang yang beribadah, kelezatan hati orang yang khusyuk. la adalah rahmat
Allah yang dihadiahkan kepada hamba-Nya yang beriman."[13]
Beliau
juga berkata, "Sesungguhnya shalat itu bisa menghapus kejelekan bagi orang
yang menunaikan hak-hak shalat, dia menyempurnakan kekhusyukan shalat. Dia
berdiri di hadapan Allah dengan hati yang hadir dan berpikir. Orang yang
semacam ini jika selesai shalat akan menjumpai keringanan dalam shalat,
menjumpai semangat dan kelapangan hati setelah shalat."[14]
Ketiga: Berteman dengan Teman yang Shalih
Allah
memerintahkan kepada kita untuk bersama-sama orang yang baik dan shalih. Allah عزّوجلّ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar. (QS at-Taubah [9]: 119)
Allah
عزّوجلّ juga berfirman:
الأَخِلاءُ يَوْمَئِذٍ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ
Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang ber-taqwa. (QS az-Zukhruf [43]: 67)
Teman
punya pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk kepribadian, sifat dalam diri
seorang muslim. Sebab itu, tidak mengherankan bila Rasulullah صلى الله عليه وسلم sudah memberikan peringatan sejak jauh-jauh hari agar berteman
dengan teman yang baik dan menjauhi teman yang jelek. Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ
الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ
الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا
أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
"Permisalan
teman yang shalih dan teman yang jelek, bagaikan penjual minyak wangi dan
pandai besi. Penjual minyak wangi, bisa jadi dia akan memberikan minyak
wanginya, atau engkau membeli darinya atau engkau mendapatkan wanginya. Adapun
pandai besi, dia bisa membakar bajumu atau engkau mendapati baunya yang tidak
enak."[15]
Al-Imam Ibn al-Mubarak رحمه الله
mengatakan, "Wajib bagi orang yang berakal untuk tidak meremehkan tiga
golongan: ulama, para pemimpin, dan teman-teman. Karena, sesungguhnya orang
yang meremehkan ulama akan hilang akhiratnya, barangsiapa yang meremehkan
pemimpin akan hilang dunianya, dan barangsiapa yang meremehkan teman-teman maka
akan hilang wibawa dan kehormatannya."[16]
Keempat: P u a s a
Puasa
akan menjernihkan hati dan pikiran. Ini termasuk hikmah yang jarang diketahui
manusia. Dengan meninggalkan berbagai kenikmatan dan keinginan jiwa ketika
berpuasa, akan membuat pikiran dan hati menjadi jernih dan bersih. Hati dan
pikirannya akan terpusat untuk dzikir dan beribadah. Karena, banyak makan dan
minum akan membuat hati menjadi lalai dan sibuk, bahkan tidak mustahil membuat
hati menjadi keras dan gersang.
Ibrahim
ibn Adham berkata, "Barangsiapa yang mampu menahan perutnya, maka dia akan
mampu menjaga agamanya. Barangsiapa yang dapat menguasai rasa lapar, dia akan
meraih akhlak yang mulia. Karena, maksiat kepada Allah sangat jauh bagi orang
yang lapar dan sangat dekat bagi yang kenyang. Kenyang itu dapat mematikan
hati, karena kenyang dia akan banyak senang, gembira, dan tertawa."[17]
Puasa yang hakiki adalah puasa yang mencegah pelakunya
dari perbuatan maksiat, mencegah akal sehat dari kungkungan hawa nafsu. Jika semua ini dilakukan, maka
sangat dipastikan orang yang berpuasa hidupnya akan tenang, tidak gundah
gulana, karena kemaksiatan tidak membawa pelakunya kecuali kebingungan,
keterikatan hati dan lain sebagainya.
Al-Hafizh
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah رحمه الله berkata, "Orang berpuasa yang sebenarnya adalah orang yang
menahan anggota badannya dari segala dosa, lisannya dari dusta, perutnya dari
makanan, minuman, dan farjinya dari jimak. Bila berbicara, dia tidak mengeluarkan perkataan yang
menodai puasanya. Jika berbuat, dia tidak melakukan hal yang dapat merusak
puasanya. Sehingga ucapannya yang keluar adalah bermanfaat dan balk. Demikian
pula amal perbuatannya, ibarat wewangian yang dicium baunya oleh kawan
duduknya. Seperti itu juga orang yang puasa, kawan duduknya mengambil manfaat
dan merasa aman dari kedustaan, kemaksiatan, dan kezalimannya. Inilah hakikat
puasa sebenarnya, bukan hanya sekadar menahan diri dari makanan dan
minuman."[18]
Ibn al-Jauzi رحمه الله berkata, "Ketahuilah wahai
saudaraku dan orang yang mau menerima nasihatku, bahwasanya dosa itu punya
pengaruh yang jelek, rasa pahitnya melebihi rasa manisnya dengan
berlipat-lipat."[19]
Puasa
Ramadhan termasuk salah satu rukun Islam. Secara umum, tujuan disyari'atkannya
puasa adalah agar seseorang menjadi hamba yang bertaqwa. Allah عزّوجلّ menegaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS al-Baqarah [2]: 183)
Kelima: Dzikrullah
Dzikir dapat membersihkan jiwa dari kelalaian dan kealpaan, obat
dari kerasnya hati. Suatu ketika, ada yang mengadu kepada al-Imam al-Hasan
al-Bashri رحمه الله, "Wahai Abu Sa'id, hatiku keras, bagaimana obatnya?"
Beliau menjawab, "Obatilah dengan berdzikir!"[21]
Pada kesempatan yang lain, al-Imam al-Hasan al-Bashri رحمه الله pernah mengatakan, "Carilah
kelezatan dalam tiga perkara: di dalam shalat, dzikir, dan membaca al-Qur'an. Jika kalian mendapati ... Jika tidak
maka ketahuilah bahwa pintu kelezatan telah tertutup."[22]
Allah
Ta'ala berfirman:
أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. (QS ar-Ra'du [13]: 28)
Berkata
asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa'di رحمه الله, "Selayaknya dan sudah menjadi
keharusan bahwa hati tidak akan tenang kecuali hanya dengan dzikir. Tidak ada
yang lebih lezat lagi manis bagi hati daripada kecintaan dan ma'rifat kepada
penciptanya. Maka, sesuai dengan kadar kecintaan dan ma'rifatnya, ia akan
selalu ingat kepada Allah, ini menurut pendapat yang mengatakan bahwa dzikrullah
adalah dzikirnya seorang hamba kepada Rabbnya berupa tasbih, tahlil, takbir,
dan sebagainya."[23]
[11] HR Abu Dawud: 1319, Ahmad 5/388. Hadits ini
dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud: 1319
[12] HR an-Nasa'i: 3949, Ahmad 4/330, al-Hakim
2/160. Dinilai hasan oleh Ibn Hajar dalam at-Talkhish 3/133. Lihat
takhrij lengkapnya dalam ash-Shahihah: 1809 oleh al-Albani.
[17] Jami' al-'Ulum wa al-Hikam 2/473 Ibn
Rajab. Lihat pula Min Akhbar as-Salaf hlm. 116 Zakariya ibn Ghulam Qadir
al-Bakistani.
[18] Al-Wabil ash-Shayyib wa Rafi' al-Kalim
ath-Thayyib hlm. 57 Ibn al-Qayyim. Lihat pula Nadhratu an-Na'im
7/2646 Isyraf: Shalih ibn Abdullah al-Humaid, Makalah Akhuna al-Ustadz Abu
Ubaidah Yusuf as-Sidawi "10 Faedah Seputar Ramadhan" yang dimuat
dalam Majalah Al Furqon Edisi Khusus Ramadhan 1427 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar