ABU DARDA’ رضي الله
عنه
CENDEKIAWAN UMAT INI
Oleh : Ustadz Abu
Faiz Sholahuddin Bin Mudasim حفظه الله
Beliau
adalah Abu al-Darda' al-Khazraji al-Ansari, sahabat terkemuka salah satu
penghafal Al-Qur’an di zaman Nabi صلى الله عليه وسلم.
Beliaulah
imam panutan dan ahli hikmah (cendekiawan) umat ini, seorang yang lebih memilih
kehidupan akhirat dari dunianya, paling bersemangat untuk belajar dan
mengajarkan kebaikan kepada manusia, hingga namanya selalu harum dikenal oleh
seluruh kaum muslimin hingga Hari Kiamat.
KEUTAMAAN
BELIAU
Abu
al-Darda' رضي الله عنه adalah salah
seorang sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم yang memiliki
banyak keistimewaan, di antaranya:
Beliau adalah satu di antara empat
Sahabat yang telah hafal Al-Qur’an di zaman Nabi صلى الله عليه وسلم.
Telah
hafal Al-Qur’an di zaman Nabi صلى الله عليه وسلم, tentu itu
adalah sebuah keutamaan yang sangat besar yang tidak diberikan kepada semua
Sahabat, di mana tatkala itu Al-Qur’an hanya ada di dalam dada-dada sebagian
sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم, belum
dibukukan di dalam mushaf, sehingga mengumpulkan seluruh Al-Qur’an dari
dada-dada kaum muslimin adalah perkara yang berat. Karenanya, tidak banyak dari
sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم yang hafal
seluruh Al-Qur’an tatkala Nabi صلى الله عليه وسلم masih hidup.
• Sahabat Anas ibn Malik رضي الله عنه menceritakan,
"Tatkala Nabi صلى الله عليه وسلم meninggal
dunia, maka tidak ada yang telah hafal Al-Qur’an seluruhnya kecuali empat orang.
Mereka adalah Abu al-Darda', Mu'az ibn Jabal, Zaid ibn Sabit, dan Abu
Zaid."[1]
Abu al-Darda' termasuk Sahabat yang paling bersemangat
untuk mengambil ilmu dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
·
Sahabat
Abu al-Darda' رضي الله عنه mengatakan,
"Kekasihku yaitu Abu al-Qasim (Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم) telah
berwasiat kepadaku dengan tiga perkara yang aku tidak boleh lalai darinya.
Beliau berwasiat agar aku selalu berpuasa tiga hari pada setiap bulannya,[2] dan agar
selalu shalat Witir sebelum tidur malam, dan shalat sunah di waktu Duha."[3]
·
Abu
al-Darda', mengatakan, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah berkata
kepadaku, "Wahai Abu al-Darda', janganlah engkau mengkhususkan pada malam
hari Jumat dengan shalat malam dan siang harinya dengan puasa padahal di
hari-hari yang lain engkau tidak melakukannya.'"[4]
Abu al-Darda' رضي الله عنه sangat
bersemangat mengajari manusia tentang kebaikan.
·
Abu
'Abdirrahman al-Sulami menceritakan: Dahulu, ada di antara kami seorang
laki-laki yang masih memiliki seorang ibu, suatu saat ia ingin menikahi seorang
gadis maka menikahlah dia, namun ternyata sang ibu menyuruhnya untuk
menceraikan istrinya tersebut. (Karena bingung) dia pergi untuk bertemu Abu
al-Darda' رضي الله عنه yang berada di
negeri Syam, ia menuturkan bahwa ibunya tinggal bersamanya hingga ia menikah,
lalu sang ibu menyuruhnya menceraikan istrinya, (dia bertanya), "Apakah
aku harus menceraikannya?" Abu al-Darda' menjawab, "Aku tidak tahu
apakah engkau harus menceraikan istrimu ataukah tidak. Hanya, aku pernah
mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
الْوَالِدُ أَوْسَطُ
أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوْ احْفَظْهُ
'Orang
tua adalah pintu tengah menuju Surga, (bila engkau ingin) buanglah pintu itu
atau jagalah pintu tersebut.'"
Akhirnya,
laki-laki tersebut kembali pulang dan menceraikan istrinya (karena menaati
ibunya).[5]
·
Mi'dan
ibn Abi Talhah al-Ya'mari mengatakan: Suatu ketika, Abu al-Darda' رضي الله عنه bertanya
kepadaku, "Di mana tempat tinggalmu?" Aku menjawab, "Aku tinggal
sendirian di sebuah desa, jauh dari kota Hims." Lalu Abu al-Darda' رضي الله عنه mengatakan,
"Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan,
'Apabila selama tiga hari di sebuah kampung tidak terdengar di dalamnya seruan
azan dan tidak pula ditegakkan shalat berjamaah maka tidak lain itu berarti
bahwa setan telah menguasai mereka (lalu menjadikan mereka lupa mengingat
Allah). Maka hendaklah engkau berjamaah (bersatu dengan kaum muslim lainnya,
Pen.) karena serigala paling senang dengan seekor kambing yang sendirian.'"[6]
·
Dan
Qais ibn Kasir pernah menceritakan: Suatu ketika, datanglah seorang laki-laki
dari kota Madinah ingin bertemu dengan Abu al-Darda' رضي الله عنه yang berada di
Damaskus. Setelah bertemu, Abu al-Darda' bertanya kepadanya, "Apa yang
menyebabkanmu datang kemari, wahai saudaraku?" la menjawab, "Karena
sebuah hadits yang sampai kepadaku bahwa engkaulah yang telah mendengarnya dari
Rasulullah صلى الله عليه وسلم." Abu
al-Darda' رضي الله عنه melanjutkan,
"Apakah engkau datang untuk urusan perdagangan?" la menjawab,
"Tidak." Abu al-Darda' meneruskan, "Apakah engkau ingin bertemu
denganku karena ada keperluan tertentu?" la menjawab, "Tidak."
Abu al-Darda' mengatakan, "Apakah engkau datang untuk tujuan mencari suatu
hadits?" la menjawab, "Benar." Lalu beliau رضي الله عنه mengatakan,
"Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا
يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ
الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ
لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي
جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ
الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ
فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Barangsiapa
menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan tempuhkan jalan menuju
Surga, dan sungguh para malaikat mereka meletakkan sayap-sayapnya karena rida
dengan para penuntut ilmu, dan sungguh orang yang berilmu akan didoakan
kebaikan oleh semua penduduk langit dan penduduk bumi, sampaipun ikan di
lautan, dan keutamaan penuntut ilmu dibandingkan dengan seorang ahli ibadah
adalah seperti keutamaan (sinar) bulan di malam purnama atas seluruh
bintang-gemintang. Dan sungguh para ulama adalah ahli waris para nabi, sedang
para nabi mereka tidak meninggalkan dinar dan dirham, tetapi mereka mewariskan
ilmu; siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang
banyak."[7]
Abu al-Darda' رضي الله عنه adalah seorang
yang ahli zuhud ". dan sangat mengharapkan akhirat.
·
Abu
Juhaifah Wahb ibn Abdillah menceritakan: Dahulu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم
mempersaudarakan antara Salman al-Farisi رضي الله عنه dengan
Abu al-Darda' رضي الله عنه. Suatu ketika,
Salman berziarah kepada Abu al-Darda'; maka ia melihat istri Abu al-Darda'
terlihat lusuh dan kumuh, lalu Salman bertanya kepadanya, "Ada apa
gerangan denganmu?" Istri Abu al-Darda' رضي الله عنه menjawab,
"Sesungguhnya saudaramu, Abu al-Darda', adalah seorang yang tidak butuh
terhadap dunia (seorang wanita) ia selalu puasa di siang hari dan shalat malam
di malam harinya." Lalu datanglah Abu al-Darda' رضي الله عنه setelah ia
menyiapkan makanan untuk tamunya, dia mengatakan, "Makanlah karena aku sekarang
sedang puasa." Maka Salman mengatakan, "Tidak, aku tidak akan makan
sampai engkau juga ikut makan bersamaku." Abu al-Darda' pun ikut makan
bersama. Pada waktu malam telah tiba, Abu al-Darda' رضي الله عنه hendak
melakukan kebiasaannya shalat malam, maka Salman mengatakan, "Tidurlah
terlebih dahulu." Maka Abu al-Darda' pun tidur. Namun, ia pun segera
terbangun dan hendak shalat malam, maka Salman mengatakan, "Tidurlah lagi
terlebih dahulu." Hingga tatkala telah di akhir malam maka berkatalah
Salman kepada Abu al-Darda', "Nah, sekarang bangunlah dan shalatlah."
Salman mengatakan:
إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ
حَقًّا وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَأَعْطِ كُلَّ
ذِي حَقٍّ حَقَّهُ
Sungguhnya
Rabbmu memiliki hak, dan dirimu juga memiliki hak (untuk istirahat) dan istrimu
juga memiliki hak, maka berikanlah kepada masing-masing apa yang menjadi
haknya."
Lalu
ia رضي الله عنه datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan beliau صلى الله عليه وسلم membenarkan
perkataan Salman.[8]
·
Abu
al-Darda' رضي الله عنه mengatakan,
"Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah diutus
sebagai seorang rasul sedang aku adalah seorang pedagang. Aku ingin
menggabungkan ibadah dan perdagangan, namun keduanya tidak dapat bersatu, maka
aku tinggalkan perdaganganku dan aku memilih ibadah, dan demi Zat yang jiwa Abu
al-Darda' di tangan-Nya, aku tidak menginginkan meskipun aku memiliki sebuah
kedai yang berada di pintu masjid hingga aku tidak terluputkan dari shalat dan
aku mendapatkan laba setiap hari 40 dinar dan semuanya aku sedekahkan di jalan
Allah عزّوجلّ. Tatkala
dikatakan kepadanya, "Apa yang tidak Anda senangi dari hal tersebut?"
Beliau menjawab, "Karena beratnya hisab (hari penghitungan amal)
kelak."[9]
Yaitu
kelak pada Hari Kiamat, tatkala Rabbku mengadiliku atas harta tersebut, dan
Allah عزّوجلّ akan bertanya
kepadaku dengan dua pertanyaan: 'Dari mana engkau mendapatkan harta
tersebut?" dan "Kemana engkau belanjakan harta tersebut".
Karena, harta yang kita miliki yang halalnya adalah hisab (akan ada
perhitungan) dan haramnya adalah azab (siksa).
·
Abu
al-Darda' رضي الله عنه juga
mengatakan, "Aku tidak merasa senang bila aku berada di tangga di pintu
masjid, aku melakukan jual beli, dan aku mendapatkan laba setiap harinya 100
dinar, meski aku bisa mengikuti shalat jamaah seluruhnya di masjid. Aku tidak
mengatakan bahwa Allah عزّوجلّ tidak menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba, namun aku senang untuk termasuk orang-orang yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat
Allah."[10]
PETUAH-PETUAH
BELIAU
Beberapa
nasihat berharga dan petuah mulia Abu al-Darda' رضي الله عنه adalah:
·
Beliau
mengatakan, Seandainya kalian tahu apa yang akan kalian saksikan setelah
kematian, tentu akan hilang nafsu makan kalian, dan tidak terasa segar minum kalian.
Kalian tidak akan merasa nyaman masuk ke dalam rumah lalu berteduh di dalam
rumah, dan tentu kalian akan keluar di tempat yang tinggi dan memukul-mukul
dada-dada kalian, kalian akan menangisi diri seraya mengatakan 'Duh, seandainya
aku adalah sebatang pohon yang ditebang dan dimakan (hingga habis)'."[11]
·
Beliau
juga mengatakan, "Barangsiapa banyak mengingat kematian maka akan sedikit
rasa gembiranya dan menipis sifat dengkinya."[12]
·
Beliau
mengatakan, "Sesuatu yang paling aku takutkan kelak pada Hari Kiamat
adalah bila di katakan kepadaku 'Apakah engkau orang yang berilmu atau orang
yang bodoh?', bila aku menjawab 'Aku adalah orang yang mengetahui', maka setiap
ayat yang berisi perintah dan larangan akan menggugatku, seakan-akan ayat
perintah mengatakan 'Apakah engkau telah menjalankan perintah?' dan seakan-akan
ayat larangan mengatakan, 'Apakah engkau telah menjauhi larangan?'. Maka aku
berlindung kepada Allah عزّوجلّ dari setiap
ilmu yang tidak bermanfaat dan jiwa yang selalu tidak merasa puas, dan doa yang
tidak terkabulkan."[13]
·
Beliau
juga mengatakan, "Wahai anak Adam, injak-lah bumi ini dengan kakimu,
karena dalam waktu yang dekat engkau pun pasti akan menemui kuburmu. Wahai anak
Adam, engkau hanyalah melewati beberapa hari saja, setiap kali lewat satu hari
berarti telah hilang sebagian jatah harimu. Wahai anak Adam, setiap saat umurmu
berkurang semenjak engkau dilahirkan oleh ibumu."[14]
·
Berkata
Ummu al-Darda' رضي الله عنها (istri
beliau), "Tatkala Abu al-Darda' hendak meninggal dunia, beliau mengatakan,
'Siapakah yang telah beramal untuk menyambut semisal hari ini...? Siapakah yang
telah beramal untuk menyambut semisal detik-detik ini...? Dan siapakah yang
telah beramal untuk mempersiapkan tempat peristirahatan ini...?' Lalu beliau
membaca ayat Allah رضي الله عنه:
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ
وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ
Dan
(begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum
pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaannya. (QS al An'am [6]: 110).
Semoga
Allah عزّوجلّ meridai Abu al-Darda'. Dan semoga
Allah عزّوجلّ mengaruniakan
kepada kita rezeki berupa tobat yang sesungguhnya sebelum kematian menjemput
kita. Amin.[]
[1] HR
al-Bukhari: 4718
[2] Yaitu
puasa Ayyamul Bid pada setiap tanggal 13, 14, 15 Bulan Hijriah.
[3] Lihat
HR Muslim: 722
[4] HR
Ahmad 6/444. Hadits ini shahih li ghairihi (lihat al-Mausu'ah
al-Haditsiyyah).
[5] HR
Ahmad 6/445. Hadits ini hasan (lihat al-Mausu'ah al-Haditsiyyah).
[6] HR
Ahmad 5 196, al-Hakim 1/330, dan dinilai hasan oleh al-Albani.
[7] HR
al-Tirmizi: 2682, Abu Dawud: 3641
[8] HR
al-Bukhari: 1867
[9] Lihat
Hilyah al-Auliya' 1/209.
[10] Lihat
Hilyah al-Auliya’ 1/210.
[11] Lihat
al-Zuhd li al-Imam Ahmad: 171.
[12] Lihat
Hilyah al-Auliya 1/220.
[13] Sifat
al-Safwah 1/32.
[14] Al-Sahabah:
466.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar